Minggu, 31 Agustus 2014

Analisis Teori Pembangunan di Indonesia



Teori-teori pembangunan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu teori modernisasi, tahap dependensi, teori sistem dunia. Pada tahap pertama, muncul teori modernisasi. Teori ini muncul di Amerika Serikat yang mengaplikasikannya dalam program Marshal Plan. Teori modern dibagi menjadi teori modern klasik dan teori modern baru. Teori modern klasik memberikan pembenaran mengenai hubungan yang bertolak belakang antara masyarakat tradisional dan modern. Teori ini menyoroti bahwa negara dunia ketiga merupakan negara terbelakang dengan masyarakat tradisionalnya. Sementara negara-negara Barat dilihat sebagai negara modern. Teori ini memberikan saran bahwa negara-negara berkembang harus meninggalkan nilai-nilai tradisionalnya agar dapat keluar dari berbagai permasalahan, seperti kemiskinan. Teori ini juga menilai ideologi komunisme sebagai ancaman pembangunan negara Dunia Ketiga. Satu hal yang menonjol dari teori modernisasi klasik ini adalah, modernisasi lebih menekankan faktor internal sebagai akibat dari masalah dalam masyarakat itu sendiri. Teori modern baru kemudian mengkritik seluruh jawaban dari teori modernisasi klasik. Hal ini dikarenakan teori modernisasi klasik terlalu berorientasi ke Barat, terlalu optimis, mensahkan dominasi Barat di dunia ketiga, dan menolak tradisi. Teori modern baru ini berasumsi bahwa tradisi dapat memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan ekonomi. Karena pola pembangunan ini tidak memberi kepuasan, maka kemudian lahir teori ketergantungan/dependensi, yang memiliki sisi pandang dari negara- negara dunia ketiga yang berada dalam posisi tergantung terhadap negara-negara maju.
Teori dependensi menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga. Teori ini mewakili suara negara-negara pinggiran untuk menantang hegemoni ekonomi, politik, budaya, dan intelektual dari negara maju. Teori ini menyatakan bahwa karena sentuhan modernisasi itulah negara-negara dunia ketiga kemudian mengalami kemunduran (keterbelakangan). Secara ekstrim, dikatakan bahwa kemajuan atau kemakmuran dari negara-negara maju pada kenyataannya menyebabkan keterbelakangan dari negara-negara lainnya. Hal ini dilihat dari kegagalan program dari Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin (KEPBBAL) pada awal 1960-an. Program ini dimulai tahun 1950-an saat banyak negara Amerika Latin menerapkan strategi pembangunan yang menitikberatkan pada proses industrialisasi melalui program Industrialisasi Substitusi Import (ISI). Strategi pembangunan tersebut diterapkan dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pemerataan hasil pembangunan. Namun, yang muncul kemudian adalah terjadinya stagnasi ekonomi yang ditandai dengan adanya masalah pengangguran, inflasi, devaluasi, penurunan nilai perdagangan, dan lainnya. Kondisi ini menimbulkan gerakan perlawanan dari rakyat dan tumbangnya pemerintahan di beberapa negara. Secara filosofis, teori dependensi memiliki kehendak untuk meninjau kembali pengertian dari pembangunan. Pembangunan tidak tepat untuk diartikan sebagai sekedar proses industrialisasi, peningkatan output, dan peningkatan produktivitas. Bagi teori dependensi, pembangunan lebih tepat diartikan sebagai peningkatan standar hidup bagi setiap penduduk di negara Dunia Ketiga. Dengan kata lain, pembangunan tidak sekedar pelaksanaan program yang melayani kepentingan elit dan penduduk perkotaan, tetapi lebih merupakan program yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk pedesaan, para pencari kerja, dan kelas sosial lainnya yang membutuhkan bantuan.
Teori terakhir adalah teori sistem dunia. Teori ini memiliki pandangan bahwa dunia merupakan sebuah sistem yang sangat kuat yang mencakup seluruh negara di dunia, yaitu sistem kapitalisme. Di dalam teori ini, adanya bentuk hubungan negara dalam sistem dunia yang terbagi dalam tiga bentuk negara, yaitu negara sentral, negara semi pinggiran, dan negara pinggiran. Ketiga bentuk negara tersebut terlibat dalam hubungan yang harmonis secara ekonomis dan kesemuanya memiliki tujuan untuk menuju pada bentuk negara sentral yang mapan secara ekonomi. Perubahan status negara pinggiran menuju negara semi pinggiran ditentukan oleh keberhasilan negara pinggiran dalam melaksanakan salah satu strategi pembangunan, yaitu strategi menangkap dan memanfaatkan peluang, strategi promosi dengan undangan, dan strategi berdiri di atas kaki sendiri. Sedangkan upaya negara semi pinggiran menuju negara sentral bergantung pada kemampuan negara semi pinggiran dalam melakukan perluasan pasar serta pengenalan teknologi modern. Selain itu, juga memiliki kemampuan untuk bersaing di pasar internasional melalui perang harga dan kualitas.
Sumber:
Suwarsono, Alvyn Y. So. 2006. Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta: Pustaka LP3ES.
            Pembangunan secara umum diartikan sebagai suatu usaha untuk memajukan, mensejahterakan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pembangunan seringkali diarahkan pada pertumbuhan di bidang ekonomi atau kemajuan material. Namun pada kenyataannya, pembangunan di bidang ekonomi saja belum cukup untuk memajukan kualitas hidup masyarakat, karena malah menimbulkan berbagai permasalahan seperti kemiskinan akibat kesenjangan atau ketidakmerataan distribusi sumber, kerusakan lingkungan hidup akibat eksploitasi sumber daya alam, dan lain-lain. Masyarakat harus mampu mengelola sumber dayanya secara mandiri, sehingga pembangunan di bidang sosial pun perlu dilaksanakan.
Dari penjelasan masing-masing teori pembangunan tersebut, teori modernisasi tidak cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan konsep pembangunan masyarakat dengan teori modernisasi ini kurang mendasar pada masyarakat Indonesia. Modernisasi identik dengan pertumbuhan ekonomi, dan melupakan budaya yang membangun kehidupan masyarakat. Masyarakat menerima berbagai perubahan di dalam kehidupannya sebagai akibat dari modernisasi, seperti gaya hidup, fasilitas-fasilitas modern seperti mall, diskotik, cafe, dan lain sebagainya. Sementara di tengah-tengah perubahan yang terjadi, masyarakat belum mampu untuk meninggalkan bentuk-bentuk tradisi lamanya. Akibatnya, timbul ketimpangan sosial dalam masyarakat tersebut.
Menurut teori modernisasi, masyarakat Indonesia pada umumnya belum siap untuk melakukan pembangunan secara menyeluruh. Proses pembangunan terhambat oleh nilai-nilai budaya dan mentalitas masyarakat Indonesia, seperti nilai budaya yang tidak mementingkan mutu atau prestasi, tidak mampu meninggalkan otoritas tradisinya, menganggap hidup selaras dengan alam sehingga timbul konsep tentang nasib, tidak disiplin, kurang bertanggungjawab, tidak berani menanggung resiko, dan lain-lain. Inilah sebabnya negara Indonesia sebagai negara dunia ketiga mengalami keterbelakangan. Di sini terlihat jelas bahwa teori modernisasi ini tidak memberikan keuntungan bagi masyarakat Indonesia.
Teori selanjutnya adalah teori dependensi atau ketergantungan. Jika dikaitkan dengan teori ini, pembangunan di Indonesia bisa saja, yaitu dengan menggantungkan pembiayaannya dari batuan luar negeri, dinama negara pemberi bantuan tersebut dinamakan negara pusat, sebagai modal asing. Pemberian modal asing ini merupakan sesuatu yang diharuskan bagi negara pusat untuk membantu kemajuan Indonesia. Namun, dalam kenyataannya, pemberian bantuan tersebut tidak sejalan dengan tujuan awal yang telah disepakati oleh negara-negara pusat. Pemberian modal asing ini dijadikan sebagai jalan bagi negara-negara maju untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besar dari negara yang mendapat bantuan, seperti Indonesia. Dampak dari konsekuensi dari pemberian bantuan, berupa eksploitasi sumberdaya alam dan pengambilan keuntungan lainnya dari proses pembangunan, menjadikan Indonesia secara perlahan semakin terpuruk kedalam jurang kemiskinan, dikarenakan utang yang membebani semakin banyak.  Kekayaan alam yang melimpah di tanah air Indonesia tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal, dikarenakan posisi lemah sebagai negara yang memiliki hutang pada negara-negara maju. PT. Freeport di Papua, sebagai contoh, telah megeksploitasi hampir seluruh sumberdaya mineral berharga yang terdeposit di Papua untuk kepentingan negaranya. Ini contoh kerugian besar bagi bangsa Indonesia, akibat dependensi terhadap bantuan luar negeri. Di sini terlihat jelas pula, bahwa teori dependensi ini tidak menguntungkan Indonesia.
Teori yang terakhir adalah teori sistem dunia. Dalam teori ini negara di dunia dibagi atas tiga bentuk negara, yaitu: negara sentral, negara semi pinggiran dan negara pinggiran. Teori ini mengasumsikan hubungan harmonis secara ekonomi yang terjadi di antara negara-negara yang terlibat, yang memberikan kesempatan kepada dua kelompok negara, yaitu semi pinggiran dan pinggiran untuk dapat merubah statusnya menjadi negara sentral yang mapan secara ekonomi. Dalam kajiannya Wahyu Ishardino S., [1], disampaikan bahwa perubahan status negara pinggiran menuju semi pinggian ditentukan oleh keberhasilan negara-negara tersebut melaksanakan strategi menangkap dan memanfaatkan peluang, dan strategi lainnya dalam proses pembangunannya. Sementara itu, upaya yang harus dilakukan oleh negara semi pinggiran untuk dapat menuju negara sentral, adalah memperluas pasar dengan memperkenalkan teknologi modern, dan mampu mempersaingkan produknya dari segi harga dan kualitas.
Indonesia termasuk dalam kategori mana? Secara umum, Indonesia masih berada dalam kategori negara pinggiran. Karena dari segi kegiatan produksi, hampir 90% bahan bakunya bergantung pada import. Dengan demikian, kemampuan untuk berperang dari segi harga dan kualitas dengan produk luar negeri masih sangat rendah. Pertumbuhan jumlah dan jenis industri yang ada di Indonesia tidak sejalan dengan pertumbuhan kesejahteraan nasional, namun yang terjadi malah sebalilknya. Sektor industri yang tumbuh di Indonesia didominasi oleh perusahaan asing yang mengoperasikan produksinya di Indonesia, dikarenakan ketersediaan bahan dasar (raw materials) yang siap diolah menjadi bahan baku oleh perusahaan mereka sendiri dan rendahnya upah tenga kerja lokal.
Indonesia belum mampu secara mandiri mengolah sumberdaya alamnya menjadi produk antara (intermediate products) dan bahkan produk barang jadi. Konsekuensinya, hampir semua kegiatan produksi masih bergantung pada supply produk luar negeri. Walaupun demikian, dengan teori sistem dunia, Indonesia masih punya harapan untuk mendapatkan peluang lebih baik, yaitu mandiri di sektor bahan baku industri dan tidak hanya bertindak sebagai pasar bagi bertubi-tubinya produk asing datang ke dalam negeri ini. Dengan memperkuat kemampuan pengolahan sumberdaya alam yang ada, melaksanakan regulasi yang kondusif bagi usaha dalam negeri, maka peluang Indonesia dari yang berkategori negara pinggiran dapat bangkit menjadi negara semi pinggiran bahkan menjadi negara sentral yang maju dan berdaulat secara ekonomi.
Dari ketiga teori yang telah dibahas diatas, teori sistem dunia merupakan harapan Indonesia untuk memperoleh peluang mendapatkan posisi yang lebih baik untuk menuju tingkat kesejahteraan yang lebih baik pula.

5 komentar: