TEORI DRAMATURGI: ERVING GOFFMAN
Erving Goffman, lahir di Alberta, Canada
pada 11 Juni 1922. Mendapat gelar S1 dari Univ. Toronto menerima gelar doctor
dari Univ. Chicago. Beliau wafat pada tahun 1982 ketika sedang mengalami
kejayaan sebagai tokoh sosiologi dan pernah menjadi professor dijurusan
sosiologi Univ. Calivornia Barkeley serta ketua liga Ivy Univ. Pennsylvania.
Erving Goffman, dianggap sebagai pemikir utama terakhir Chicago asli (Travers,
1922: Tselon, 1992); Fine dan Manning (2000) memandangnya sebagai sosiolog
Amerika paling berpengaruh di abad 20. Antara 1950-an dan 1970-an Goofman
menerbitkan sederetan buku dan esai yang melahirkan analisis dragmatis sebagai
cabang interaksionisme simbolik. Walau Goffman mengalihkan perhatiannya di
tahun-tahun berikutnya, ia tetap paling terkenal karena teoridramtugisnya.
Pernyataan paling terkenal Goffman tentang
teori dramaturgis berupa buku Presentation of Self in Everyday Life, diterbitkan
tahun 1959. Secara ringkas dramaturgis merupakan pandangan tentang kehidupan
sosial sebagai serentetan pertunjukan drama dalam sebuah pentas. Istilah
Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi
diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang
lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut
dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan.
Dalam Dramaturgi terdiri dari Front
stage (panggung depan) dan Back Stage (panggung belakang). Front
Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi
penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi menjadi 2 bagian, Setting
yaitu pemandangan fisik yang harus ada jika sang actor memainkan perannya. Dan Front
Personal yaitu berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari
sang actor. Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu Penampilan
yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status social actor.
Dan Gaya yang berarti mengenalkan peran macam apa yang dimainkan actor
dalam situasi tertentu. Back stage (panggung belakang) yaitu ruang
dimana disitulah berjalan scenario pertunjukan oleh “tim” (masyarakat rahasia
yang mengatur pementasan masing-masing actor)
Goffman mendalami dramaturgi dari segi
sosiologi. Beliau menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan
dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri
dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain
dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu kepada
kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Goffman mengacu pada
pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi
kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri –
Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor
berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin
diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa
penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan
sebagai bentuk lain dari komunikasi. Karena komunikasi sebenarnya adalah alat
untuk mencapai tujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara
tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai
tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam
dramaturgis, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita
menghayati peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau. Perlu
diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai
tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut.
Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan”
perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud
interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat
mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut.
Dalam teori Dramatugis menjelaskan bahwa
identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut
merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja
berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis
masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis,
interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor
yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada
orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya
tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan
perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan
drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan
pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum,
penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya
bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan
memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam
istilah “impression management”. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan
akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (front stage) dan di belakang panggung (back stage) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah
adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian
pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya
agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh
oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil
(lihat unsur-unsur tersebut pada impression management diatas). Sedangkan back
stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi
bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa
mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan. Contohnya,
seorang teller senantiasa berpakaian rapi menyambut nasabah dengan ramah,
santun, bersikap formil dan perkataan yang diatur. Tetapi, saat istirahat
siang, sang teller bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau dengan bahasa
gaul dengan temannya atau bersikap tidak formil lainnya (ngerumpi, dsb). Saat
teller menyambut nasabah, merupakan saat front stage baginya (saat
pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambut nasabah dan memberikan
pelayanan kepada nasabah tersebut. Oleh karenanya, perilaku sang teller juga
adalah perilaku yang sudah digariskan skenarionya oleh pihak manajemen. Saat
istirahat makan siang, teller bebas untuk mempersiapkan dirinya menuju babak ke
dua dari pertunjukan tersebut. Karenanya, skenario yang disiapkan oleh
manajemen adalah bagaimana sang teller tersebut dapat refresh untuk menjalankan
perannya di babak selanjutnya.
Sebelum berinteraksi dengan orang lain,
seseorang pasti akan mempersiapkan perannya dulu, atau kesan yang ingin
ditangkap oleh orang lain. Kondisi ini sama dengan apa yang dunia teater
katakan sebagai “breaking character”. Dengan konsep dramaturgis dan permainan
peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi
interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini
sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri.
Terbentuklah kemudian masyarakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai suasana
dan corak kehidupan. Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen
perkotaan, menciptakan panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil
sebagai komunitas yang bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga
dengan masyarakat homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri
melalui interaksinya, yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan
komunitas lainnya. Apa yang dilakukan masyarakat melalui konsep permainan peran
adalah realitas yang terjadi secara alamiah dan berkembang sesuai perubahan
yang berlangsung dalam diri mereka. Permainan peran ini akan berubah-rubah
sesuai kondisi dan waktu berlangsungnya. Banyak pula faktor yang berpengaruh
dalam permainan peran ini, terutama aspek sosial psikologis yang melingkupinya.
Dramarturgi hanya dapat berlaku di
institusi total. Institusi total maksudnya adalah institusi yang memiliki
karakter dihambakan oleh sebagian kehidupan atau keseluruhan kehidupan dari
individual yang terkait dengan institusi tersebut, dimana individu ini berlaku
sebagai sub-ordinat yang mana sangat tergantung kepada organisasi dan orang
yang berwenang atasnya. Ciri-ciri institusi total antara lain dikendalikan oleh
kekuasan (hegemoni) dan memiliki hierarki yang jelas. Contohnya, sekolah asrama
yang masih menganut paham pengajaran kuno (disiplin tinggi), kamp konsentrasi
(barak militer), institusi pendidikan, penjara, pusat rehabilitasi (termasuk
didalamnya rumah sakit jiwa, biara, institusi pemerintah, dan lainnya.
Dramaturgi dianggap dapat berperan baik pada instansi-instansi yang menuntut
pengabdian tinggi dan tidak menghendaki adanya “pemberontakan”. Karena di dalam
institusi-institusi ini peran-peran sosial akan lebih mudah untuk
diidentifikasi. Orang akan lebih memahami skenario semacam apa yang ingin
dimainkan. Bahkan beberapa ahli percaya bahwa teori ini harus dibuktikan dahulu
sebelum diaplikasikan.
Teori ini juga dianggap tidak mendukung
pemahaman bahwa dalam tujuan sosiologi ada satu kata yang seharusnya
diperhitungkan, yakni kekuatan “kemasyarakatan”. Bahwa tuntutan peran
individual menimbulkan clash bila berhadapan dengan peran kemasyarakatan. Ini
yang sebaiknya dapat disinkronkan.
Dramaturgi dianggap terlalu condong kepada
positifisme. Penganut paham ini menyatakan adanya kesamaan antara ilmu sosial
dan ilmu alam, yakni aturan. Aturan adalah pakem yang mengatur dunia sehingga
tindakan nyeleneh atau tidak dapat dijelaskan secara logis merupakan hal yang
tidak patut.
CONTOH-CONTOH KASUS
Contoh kasus daripada teori dramaturgi
terdapat pada berbagai peran manusia, seperti seorang presiden, pengemis, selebriti,
guru dan dosen, dan lain-lain.
Seorang presiden, contohnya Susilo
Bambang Yudhoyono, berpenampilan rapi dan berwibawa saat sedang melakukan
pidato di depan umum dan saat mengunjungi berbagai tempat-tempat formal. Tujuannya
adalah untuk menunjukkan suatu sosok seorang pemimpin kepada orang lain atau
masyarakat. Namun saat di rumah, ia berpenampilan dan berperilaku seperti orang
lain pada umumnya. Di rumah, ia berperan sebagai seorang ayah nagi anak-anaknya
dan seorang suami bagi istrinya.
Contoh lainnya adalah seorang
pengemis yang seringkali kita temukan di depan gerbang lama Universitas
Padjadjaran yang berpakaian lusuh selalu menampakkan wajah sedihnya ke setiap
orang untuk menerima rasa empati berupa materi. Tak peduli kotor, bau, atau
berpenampilan kumuh. Mereka melakukan hal seperti itu sebagai aktor panggung
depan karena sedang mendefinisikan sesuatu bagi orang lain yang menyaksikan penampilannya.
Berbeda dengan panggung belakangnya, para pengemis menjalani kehidupan seperti
orang pada umumnya ketika sedang berada dirumahnya.
Selebriti juga merupakan salah satu
contoh kasus yang berkaitan Teori Dramaturgi, misalnya Luna Maya. Beberapa waktu
yang lalu, ia terlibat dalam kasus hukum dikarenakan melanggar pasal-pasal yang
berhubungan dengan tindakan mesum. Masalah tersebut merupakan masalah yang
sangat serius baginya, namun ia berusaha untuk memerankan karakternya sebagai
seorang selebriti di berbagai acara dengan penampilan yang tidak memperlihatkan
bahwa dirinya sedang mengalami masalah besar. Ia tidak ingin menunjukkan kepada
audiens bahwa ia sedang mengalami masalah. Tujuannya tampil di berbagai acara
tersebut adalah hanya untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang selebriti
yang memiliki peran tersendiri dalam acara yang ia pentasi. Selain Luna Maya,
adapun selebriti lainnya yang jelas berkaitan dengan Teori Dramaturgi, di mana
orang-orang tersebut memiliki front stage
dan back stage yang berbeda. Contohnya adalah para pelawak, seperti
Olga Syahputra, Sule, Ruben Onsu, Ade Namnung, dan lain sebagainya. Di depan
panggung Dahsyat dan berbagai acara lainnya, Olga tampak seperti sosok orang
yang sangat ceria dan penuh dengan humor. Namun, pada saat diwawancarai di
suatu berita selebritis, ia menceritakan betapa prihatinnya hidupnya. Ia
mengatakan bahwa ia melakukan ini semua untuk mendapatkan uang, sehingga
kebutuhan keluarganya terpenuhi. Untuk mendapatkan uang tersebut, ia harus bisa
berperan sesuai dengan karakternya dalam acara tersebut, yaitu seorang pelawak
atau entertainer. Ia berusaha
menunjukkan pada seluruh audiens yang menonton bahwa dirinya adalah seorang
host yang humoris dan bisa membuat para penontonnya terhibur dengan acara yang
dipentasinya. Sama halnya dengan pelawak lainnya. Mereka memiliki front stage dan back stage yang sangat berbeda.
Selain ketiga contoh tersebut, adapun
contoh lainnya, yaitu seorang guru dan dosen. Pada saat di kelas, seorang guru
dan dosen berperan sebagai pengajar dan pendidik. Mereka memberi berbagai
peraturan dan tugas di kelas. Mereka melakukan tugas di kelas sesuai dengan
peran mereka sebagai pengajar. Namun di luar perannya tersebut, mereka
berperilaku seperti orang lain yang tidak memiliki peran sebagai pengajar.
Ada
sebuah kasus di Ujungberung, Bandung. Wilayah ini
merupakan "wadah" dan
pusat para musisi dan pecinta musik “Underground”. Disana, terdapat seorang
wanita berjilbab yang menjadi
vokalis salah satu band “hardcore”. Menariknya adalah wanita tersebut
berjilbab dan mempunyai pekerjaan lain, yaitu seorang “Guru TK “. Jika
dibayangkan, memang agak sulit seorang guru TK dan berjilbab mengeluarkan
suara-suara keras menyeramkan, tetapi hal ini memang terjadi. Sesuatu yang sangat
langka, wanita itu bernama Achie. Dia adalah vokalis band metal yang bernama
GUGAT yang terdiri dari Achie (vocal), imam (drum), Okid (vokal), Oce (gitar),
dan Bayu (bass). Achie merupakan salah satu orang yang sangat langka dan berani menembus
nilai-nilai yang berada dalam masyarakat. Dia mempunyai sisi idealisme dan
mampu mengimplementasikan sebuah teori sosial yang disebut dengan Teori Dramaturgi.
ANALISA
CONTOH-CONTOH KASUS TERSEBUT
Keempat contoh-contoh kasus tersebut berkaitan dengan Teori
Dramaturgi, karena setiap peran dalam yang disebutkan sebelumnya, yaitu seorang
presiden, pengemis, selebriti, dan guru atau dosen memiliki dua macam karakteristik,
yaitu karakterisitik secara front stage dan
secara back stage. Pada saat di depan
panggung atau di depan umum dan audiens, mereka menunjukkan karakteristik yang
berbeda dengan pada saat mereka berada di belakang panggung atau di luar tempat
di mana mereka menunjukkan karakteristik front
stage tersebut.
Layaknya seorang aktor dan aktris,
jika berada di depan panggung (front stage), mereka harus memiliki
kemampuan untuk menjadi orang lain atau sebuah karakter yang berbeda.
Sedangakan back stage ini merupakan
karakter asli dari diri mereka yang tidak bisa mereka sembunyikan.
thank you for sharing , happy once felt reading in this blog, so more insight .. hopefully always given the health and success always ..
BalasHapusjual underwear jakarta
jual pakaian dalam wanita
jual pakaian dalam pria
jual underwear murah
toko online underwear
jual sepatu safety
online shop sepatu safety
jual sepatu safety
jual sepatu safety surabaya
pabrik sepatu safety
jasa pembuatan website
jasa pembuatan website profesional
tempat pembuatan website di jakarta
jasa konsultan digital marketing
konsultan komunikasi jakarta
les gitar jakarta barat
jakarta guide kebayoran baru
jakarta guide kuningan
jasa pembuatan website
jasa pembuatan website di riau
tempat pembuatan website di sumatera
tempat pembuatan website di medan
konsultan komunikasi di balikpapan
tempat pembuatan website di kalimantan
tempat pembuatan website di pemalang
konsultan komunikasi palembang
Trimakasih buat materi Teori Dramaturgi dapat membantu saya dalam mengerjakan Tugas saya ...๐๐
BalasHapusTerimakasih telah menyelesaikan apa yang menjadi pertanyaan saya yang berkaitan dengan Teori Dramaturgi๐๐ itu sangat membantu.
BalasHapusTerimah kasih sangat membantu sekali karena bisa menjadi lebih paham tentang teori dramaturgi๐๐๐
BalasHapus